ekonomi Tiongkok

ekonomi Tiongkok

Beritamillenial Beijing, 19 Juni 2025 Tiongkok, yang selama dua dekade terakhir menjadi motor pertumbuhan ekonomi dunia, kini tengah menghadapi badai ekonomi yang mengancam stabilitas global. Data terbaru dari Biro Statistik Nasional Tiongkok menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi kuartal kedua hanya sebesar 3,2%, meleset dari target pemerintah yang ditetapkan pada angka 5,5%.

Kondisi ini memicu ketidakpastian di pasar keuangan global dan memaksa negara-negara yang bergantung pada ekspor ke Tiongkok untuk bersiap menghadapi potensi resesi.

Penyebab Perlambatan: Kombinasi Faktor Struktural dan Geopolitik Tiongkok

Beberapa faktor utama yang berkontribusi terhadap pelemahan ekonomi Tiongkok meliputi:

  1. Krisis properti berkepanjangan: Perusahaan real estate raksasa seperti Evergrande, Country Garden, dan Sunac masih kesulitan membayar utang. Ribuan proyek hunian terbengkalai, menggerus kepercayaan publik.
  2. Tingkat pengangguran tinggi di kalangan muda: Lebih dari 21% anak muda usia kerja tidak memiliki pekerjaan tetap, menyebabkan penurunan konsumsi dan meningkatnya frustrasi sosial.
  3. Ketegangan geopolitik yang memanas: Perseteruan dengan AS, pembatasan ekspor chip, dan dukungan Tiongkok terhadap Rusia membuat investor asing ragu.
  4. Kebijakan internal yang represif: Pengetatan regulasi terhadap sektor teknologi dan media sejak 2021 menurunkan daya saing startup lokal dan menyurutkan kreativitas.

Dampak Terhadap Dunia

Ekonomi Tiongkok menyumbang sekitar 18% dari PDB global. Maka, perlambatan di negara ini membawa dampak luas:

  • Negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami penurunan permintaan ekspor komoditas.
  • Pasar Afrika yang tergantung pada proyek infrastruktur dari China Belt and Road Initiative mengalami pembatalan dan penundaan proyek.
  • Pasar Eropa dan AS mencatat penurunan investasi dan ekspor ke Tiongkok.

Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan Juni 2025 memperkirakan pertumbuhan global tahun ini turun ke 2,7%. Laporan itu menyebut Tiongkok sebagai “faktor risiko sistemik” bagi stabilitas ekonomi global.

Upaya Pemerintah Tiongkok: Stimulus vs. Reformasi

Beijing

Presiden Xi Jinping menyampaikan pidato penting pada Kongres Rakyat Nasional awal Juni, mengumumkan paket stimulus senilai 1 triliun yuan. Stimulus mencakup:

  • Pelonggaran pinjaman perumahan rakyat.
  • Bantuan pajak untuk pelaku usaha kecil dan menengah.
  • Insentif kendaraan listrik dan energi terbarukan.
  • Subsidi pembelian barang konsumsi untuk meningkatkan daya beli.

Namun, banyak analis menilai langkah ini bersifat kosmetik. “Tanpa reformasi struktural yang menyentuh sistem fiskal, pendidikan, dan pasar tenaga kerja, pertumbuhan hanya akan bersifat jangka pendek,” ujar Prof. Zhao Lin dari Peking University.

Ancaman Demografis dan Teknologi

Tiongkok juga menghadapi tantangan serius dari sisi demografi. Populasi usia kerja menurun drastis, sementara biaya hidup yang tinggi membuat angka kelahiran terus merosot. Pemerintah mencoba mendorong keluarga untuk memiliki lebih banyak anak, namun hasilnya belum terlihat signifikan.

Di bidang teknologi, tekanan dari Amerika Serikat dalam bentuk pembatasan ekspor semikonduktor memaksa Tiongkok mengembangkan industri dalam negerinya. Namun, ketertinggalan teknologi dan sanksi perdagangan menjadi kendala besar.

Sinyal dari Pasar dan Rakyat

Pasar saham Shanghai dan Shenzhen menunjukkan volatilitas tinggi. Investor retail mengalami kerugian besar. Di media sosial, tagar seperti #EkonomiLesu dan #MasaDepanSuram menjadi tren di Weibo dan Douyin. Rasa tidak percaya terhadap pemerintah meningkat di kalangan anak muda, terutama di kota-kota besar seperti Shanghai dan Guangzhou.

Perlu Jalan Baru Menuju Stabilitas

Ekonomi Tiongkok tidak runtuh, tetapi jelas sedang mengalami perlambatan yang serius. Pemerintah Beijing harus memilih: mempertahankan kontrol ketat atas ekonomi dan masyarakat atau memberikan ruang lebih luas bagi pasar dan inovasi.

Pilihan ini tidak hanya akan menentukan masa depan, tetapi juga nasib ekonomi dunia yang selama ini sangat tergantung padanya.

By Admin