rudal hipersonik Rusia

rudal hipersonik Rusia

Beritamillenial Kyiv, 19 Juni 2025  Ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali mencapai puncaknya. Kali ini, perhatian dunia tertuju pada penggunaan rudal hipersonik oleh Rusia dalam serangan udara besar-besaran yang mengguncang kota-kota utama Ukraina seperti Kyiv, Dnipro, dan Zaporizhzhia pada Selasa malam. Ini merupakan salah satu serangan terbesar sejak awal invasi Rusia pada 2022, dan diperkirakan menjadi titik balik dalam dinamika konflik yang belum berujung.

Serangan Besar-Besaran dengan Senjata Mutakhir Rusia

Kementerian Pertahanan Ukraina mengonfirmasi bahwa Rusia meluncurkan setidaknya 12 rudal hipersonik Kinzhal, disertai dengan puluhan rudal konvensional dan drone bunuh diri (kamikaze drones) yang menghantam infrastruktur sipil dan militer di tengah kota.

Kinzhal adalah rudal yang dikenal karena kecepatannya yang luar biasa (lebih dari Mach 10), dan kemampuannya menembus sistem pertahanan udara modern. Rudal ini sebelumnya hanya digunakan secara terbatas oleh Rusia, namun kini tampaknya mulai menjadi senjata utama dalam kampanye militer mereka.

Ledakan dahsyat terdengar di beberapa wilayah Kyiv hingga radius 10 kilometer, dengan semburan api terlihat membumbung tinggi dari kawasan industri dan perumahan padat penduduk.

Korban dan Kerusakan Meluas

Data awal menunjukkan bahwa setidaknya 27 orang tewas, sebagian besar warga sipil, termasuk anak-anak. Lebih dari 100 lainnya luka-luka, dan puluhan bangunan, termasuk sekolah, rumah sakit, dan stasiun kereta, rusak berat atau hancur total.

“Kami mendengar suara seperti pesawat terbang, lalu ledakan keras mengguncang gedung apartemen kami,” ungkap Natalia, seorang warga Kyiv. “Kami langsung turun ke ruang bawah tanah. Beberapa tetangga kami tidak sempat menyelamatkan diri.”

Palang Merah Ukraina serta organisasi bantuan lainnya kini bekerja siang dan malam untuk mengevakuasi korban dan menyediakan tempat penampungan bagi warga yang kehilangan rumah.

Tanggapan dari Pemerintah Ukraina

Presiden Volodymyr Zelensky dalam pidato darurat menyebut serangan ini sebagai bentuk “terorisme militer paling keji” dan menegaskan bahwa Ukraina tidak akan mundur.

“Kami membutuhkan pertahanan udara yang lebih baik, dan kami membutuhkannya sekarang,” tegas Zelensky. Ia juga meminta bantuan tambahan dari NATO dan Uni Eropa, terutama sistem pertahanan udara jarak menengah dan panjang seperti SAMP/T dan IRIS-T.

Zelensky mengklaim bahwa Rusia menggunakan rudal hipersonik karena kehabisan opsi strategi militer konvensional, dan ini membuktikan keputusasaan Moskow dalam memenangkan perang.

Reaksi Dunia Internasional

Dunia tidak tinggal diam. Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, dalam konferensi pers darurat di Brussels, menyatakan bahwa serangan ini menandai fase baru yang sangat berbahaya dalam perang.

“Penggunaan rudal hipersonik terhadap wilayah sipil tidak hanya melanggar hukum internasional, tetapi juga mengancam keamanan Eropa secara keseluruhan,” ujarnya.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, langsung menyetujui pengiriman sistem Patriot tambahan serta mengaktifkan bantuan militer darurat senilai $500 juta. Negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris juga menjanjikan pengiriman senjata tambahan dan mempercepat pelatihan militer untuk tentara Ukraina.

Situasi Militer di Lapangan

Sementara itu, di medan tempur, Ukraina terus berusaha mempertahankan garis pertahanan di wilayah Donetsk dan Kharkiv. Rusia mengklaim telah merebut kembali beberapa desa strategis di perbatasan timur, meski klaim ini belum bisa diverifikasi secara independen.

Kementerian Pertahanan Ukraina menyatakan bahwa Rusia mengalami kerugian besar dalam peralatan dan pasukan dalam dua minggu terakhir, terutama akibat serangan drone yang menargetkan logistik dan depot amunisi Rusia di belakang garis depan.

Dunia Berada di Ambang Krisis yang Lebih Besar

Serangan rudal hipersonik ini menjadi sinyal bahwa Rusia tidak segan untuk meningkatkan skala serangan militernya. Dunia kini harus bersiap menghadapi kenyataan pahit bahwa perang Rusia-Ukraina bisa berlangsung lebih lama dan lebih destruktif dari yang pernah dibayangkan.

Ketika kekuatan senjata mutakhir mulai digunakan terhadap target sipil, dunia menghadapi dilema: menambah eskalasi dengan membalas atau mencoba mengakhiri konflik melalui diplomasi yang sulit. Pilihan apa pun memiliki konsekuensi besar.

By Admin