beritamillenial.com/ 30 Juni 2025 – Dunia saat ini berada dalam cengkeraman suhu gelombang panas terparah dalam sejarah, dengan suhu ekstrem yang melanda tiga benua besar secara bersamaan. Fenomena ini bukan hanya mengganggu aktivitas manusia dan merusak lingkungan, tetapi juga menegaskan betapa daruratnya krisis iklim yang tengah dihadapi umat manusia.
Rekor Suhu Terpecahkan Secara Global
Berdasarkan data Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), suhu udara di beberapa wilayah telah mencetak rekor baru dalam lima dekade terakhir:
- Phoenix, AS: 51,2°C – tertinggi sepanjang sejarah kota tersebut.
- Seville, Spanyol: 47,8°C – menyebabkan lebih dari 300 warga dirawat akibat serangan panas.
- Shanghai, Tiongkok: 44,6°C – suhu ekstrem menyebabkan aktivitas ekonomi melambat drastis.
- New Delhi, India: 48,1°C – kota memberlakukan jam malam khusus untuk menghindari aktivitas di luar ruangan.
Lebih dari 2.100 kasus kematian terkait suhu panas telah dilaporkan secara global dalam dua minggu terakhir. Ribuan orang lainnya dilarikan ke rumah sakit karena heatstroke, dehidrasi, dan gangguan jantung.
Kerusakan Multisektor suhu: Energi, Pangan, dan Transportasi
Gelombang panas ini tidak hanya menimbulkan krisis kesehatan, tetapi juga merusak fondasi ekonomi banyak negara. Di Eropa Selatan, ladang gandum dan kebun zaitun gagal panen. Harga pangan melonjak, memicu inflasi tajam di wilayah Mediterania.
Sementara di Jepang dan Korea Selatan, krisis energi terjadi akibat lonjakan pemakaian AC. Pemerintah setempat harus memberlakukan pemadaman bergilir untuk menjaga kestabilan pasokan listrik.
“Kami hidup dalam oven raksasa,” ujar Mei Tanaka, warga Tokyo yang mengeluhkan suhu malam hari mencapai 35°C.
PBB dan Dunia Internasional Bereaksi
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam konferensi darurat mengatakan:
“Dunia sedang terbakar secara harfiah dan metaforis. Jika kita tidak bertindak sekarang, maka masa depan tidak akan bisa dihuni.”
Beliau menyerukan percepatan transisi energi dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, serta kerja sama global yang lebih kuat dalam mengurangi emisi karbon. Negara-negara G20 telah sepakat untuk bertemu dalam KTT Iklim Darurat di Jenewa bulan Juli mendatang.
Fenomena El Niño dan Efek Rumah Kaca Pada Suhu Gelombang Panas
Pakar iklim menyebut kombinasi fenomena El Niño yang kuat dan peningkatan konsentrasi gas rumah kaca menjadi penyebab utama krisis ini. Temperatur permukaan laut yang tinggi menyebabkan atmosfer menjadi lebih panas dan lembap, yang kemudian menciptakan pola cuaca ekstrem.
Masyarakat Sipil Bergerak
Gelombang aksi global bermunculan. Di Paris, Jakarta, dan New York, ribuan orang turun ke jalan menuntut pemerintah mempercepat adopsi energi bersih. Tagar #ActOnClimate dan #GlobalHeating menjadi trending topic dunia.
Sektor swasta juga ikut bergerak. Beberapa perusahaan teknologi seperti Google dan Tesla mengumumkan inisiatif pemangkasan emisi karbon internal dan peningkatan investasi pada proyek lingkungan.
Krisis panas global 2025 adalah peringatan paling serius yang pernah diterima umat manusia tentang perubahan iklim. Tidak ada lagi waktu untuk menunda. Dunia harus bersatu, bukan hanya untuk bertahan, tetapi untuk memastikan masa depan yang berkelanjutan bagi generasi berikutnya.