156 obat sirup dinyatakan ‘aman’, Kemenkes izinkan tenaga kesehatan untuk ‘menggunakan kembali’

Obat sirup

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar,Petugas Dinas Kesehatan Kota Medan melakukan inspeksi mendadak (sidak) di sejumlah apotek di Jalan Setia Budi, Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/10).

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kembali mengizinkan tenaga kesehatan meresepkan 156 obat sirup, yang sebelumnya dilarang karena diduga mengandung zat berbahaya pemicu gangguan ginjal akut pada anak-anak.

Beritamilenial– Ratusan obat itu dipastikan tidak menggunakan Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol, sehingga dinyatakan aman “aman”, sepanjang digunakan sesuai aturan pakai.

“Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi Badan POM” kata Juru bicara Kemenkes, Syahril Mansyur.

Tenaga Kesehatan di setiap fasilitas kesehatan dapat meresepkan atau memberikan obat sirup berdasarkan pengumuman dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI.

Sementara untuk obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, tenaga kesehatan juga diizinkan meresepkan atau memberikan obat sesuai yang tercantum dalam lampiran 2 daftar yang dikeluarkan BPOM, sampai didapatkan hasil pengujian.

“12 merk obat yang mengandung zat aktif asam valporat, sidenafil, dan kloralhidrat dapat digunakan, tentunya pemanfaatannya harus melalui monitoring terapi oleh tenaga kesehatan” ujar Syahril.

Dengan keputusan baru ini, apotek dan toko juga dapat menjual bebas dan/atau bebas terbatas kepada masyarakat sebagaimana tercantum dalam lampiran 1 dan lampiran 2 daftar BPOM, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemenkes memerintahkan Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan melakukan pengawasan dan memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan penggunaan obat sirup sesuai dengan kewenangan masing-masing.

“Kementerian kesehatan RI akan mengeluarkan surat pemberitahuan kembali setelah diperoleh hasil pengujian Badan POM RI atas jenis obat  sirup lainnya” kata dr. Syahril menambahkan.

Pada Minggu (23/10), BPOM mengumumkan 30 obat dari 102 produk obat cair atau sirup, yang dikonsumsi oleh pasien-pasien gangguan ginjal akut, diklaim “aman digunakan”, tapi ada tiga yang disebut “mengandung cemaran”.

Kepala BPOM Penny Lukito menyatakan, merujuk hasil sampling dan pengujian yang telah dilakukan BPOM, 23 obat “terbukti tidak menggunakan keempat produk Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan atau Gliserin/Gliserol”, sehingga aman digunakan.

Selain itu, tambah Penny, ada tujuh produk lain yang sudah dilakukan pengujian dan hasilnya “dinyatakan aman digunakan sepanjang aturan pakai”.

“Kemudian ada tiga produk yang telah dinyatakan pengujian dan dinyatakan mengandung cemaran, EG (etilen glikol) dan DEG (dietilen glikol), melebihi ambang batas aman,” jelas Penny dalam konferensi pers yang digelar Minggu (23/10).

Ketiga produk ini termasuk dalam daftar lima obat yang telah ditarik dari peredaran oleh BPOM karena diduga mengandung EG dan DEG.

Dengan demikian, lanjut Penny masih ada 69 produk yang masih dalam proses sampling dan pengujian.

“Secepatnya kami akan mengeluarkan secara bertahap karena ini menyatakan sudah bertambah yang aman dan kemudian tentunya menjadi pilihan untuk segera dikonsumsi,” terang Penny.

Adapun 23 obat yang dinyatakan “aman digunakan” adalah: Alerfed Syrup, Amoxan, Amoxcilin, Azithromycin Syrup, Cazetin, Cefacef Syrup, Cefspan Syrup, Cetrizin, Devosix drop 15 ml, Domperidon Syrup, Etamox Syrup, Interzinc, Nytex, Omemox, Rhinos Neo Drop, Vestein, Yusimox, Zinc Syrup, Zincpro Syrup, Zibramax, Renalyte, Amosisilin dan Eritromisin.

Sementara tiga obat yang dinyatakan “aman digunakan sepanjang sesuai aturan pakai” adalah Ambroxol HCl, Anakonidin OBH, Cetirizin, empat merek Paracetamol dari beragam produsen.

Sedangkan tiga obat yang dinyatakan “mengandung cemaran EG/EDG melebihi ambang batas aman adalah Unibebi Cough Sirup, Unibebi Demam Sirup dan Unibebi Demam Drops yang diproduksi Universal Pharmaceutical Industries.

Obat penawar dari Singapura dan Australia

Dalam perkembangan lain, Kementerian Kesehatan telah mendatangkan antidotum, atau obat penawar, untuk gangguan ginjal akut progresif atipikal ke Indonesia pada Minggu (23/10).

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan melaporkan jumlah kasus gangguan ginjal akut telah menapai 241 kasus di 22 provinsi per Jumat (21/10). Sebanyak 133 anak dilaporkan meninggal dunia, atau 55% dari total kasus.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan 26 vial obat Fomepizole didatangkan dari luar negeri, terdiri dari 10 vial dari Sinagpura dan 16 vial dari Australia.

Seorang ibu sedang menunggui anaknya yang mengidap gangguan ginjal akut di Sumatera Barat.

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar,Seorang ibu sedang menunggui anaknya yang mengidap gangguan ginjal akut di Sumatera Barat.

“Obat ini masih langka ya. Kita bisa dibantu, saya telepon menteri Kesehatan Singapura sama Australia langsung dikasih,” ujar Budi Gunadi Sadikit seperti dikutip dari kantor berita Antara, Minggu (23/10).

Kementerian Kesehatan sebelumnya mengumumkan telah memesan 200 vial Fomepizole, yang diperuntukkan bagi satu pasien per vial, dengan dosis injeksi 1,5 gram atau 1,5 ml.

Obat itu sebelumnya telah diuji coba pada 10 pasien anak dengan gangguan ginjal akut yang dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Reaksi terhadap Fomepizole diklaim memicu perbaikan gejala pasien.

Lies Dina Liastuti

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar,Dirut RSCM Lies Dina Liastuti menyampaikan sejak Januari hingga pertengahan Oktober 2022, pihak RSCM total mendapat rujukan 49 anak yang mengalami gagal ginjal akut dan 31 di antaranya meninggal dunia

245 kasus, 141 kematian

Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien dengan gangguan ginjal akut progresif atipikal di Indonesia mencapai 245 orang, per Minggu (23/10).

“Sampai hari ini (23/10) sudah dilaporkan ada 245 kasus, di mana yang melaporkan 26 provinsi,” ucap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI, Siti Nadia Tarmizi, sebagaimana dikutip Kompas TV. 

Dari 245 kasus tersebut, jumlah kematian mencapai 141 orang sehingga “ada sedikit peningkatan fatalitas rate 58 persen”.

Data Kemenkes RI pada Jumat (21/10), tercatat jumlah pasien gangguan ginjal akut ada sebanyak 241 orang, dengan kasus kematian sebanyak 131 orang.

Tingkat kematian yang tinggi akibat gangguan ginjal akut juga dicatat di beberapa daerah, termasuk di Provinsi Aceh.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aceh mengemukakan bahwa sebanyak 29 anak di provinsi itu mengidap gagal ginjal akut. Adapun 22 di antara mereka telah meninggal dunia.

 “Saat ini ada 29 anak gagal ginjal akut. Pasien paling banyak dari Banda Aceh dan Aceh Tengah,” kata Ketua IDAI Cabang Aceh dr Syafruddin Haris, SpA (K) di Banda Aceh, Senin (24/10) kepada kantor berita Antara. 

Budi Gunadi Sadikin

SUMBER GAMBAR,ANTARA FOTO

Keterangan gambar,Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin (kanan) didampingi Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Lucia Rizka Andalusia (kiri) memberikan keterangan pers di Kantor Kementrian Kesehatan, Jakarta, Jumat (21/10)

Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengambahkan, Kemenkes melakukan pengujian mulai awal September dengan pemeriksaan virus, bakteri dan parasit pada bayi yang mengalami gangguan ginjal. Akan tetapi tidak terbukti sepenuhnya.

“Yang mulai kita agak terbuka adalah karena ada kasus di Gambia, yang tanggal 5 Oktober WHO mengeluarkan rilis, ini disebabkan senyawa kimia,” tambah Menteri Budi.

Sebagian besar obat-obatan diuji mengandung senyawa berbahaya etilen glikol (EG), dietilen glikol (DEG) dan etilen glikol butil ether. Senyawa kimia yang biasa digunakan untuk pelarut cat dan pendingin radiator kendaraan.

Zat-zat berbahaya ini disebut sebagai “cemaran” dari pelarut yang digunakan untuk obat.

“Kalau membuatnya [obat] tidak baik. menghasilkan cemaran,” tambah Menteri Budi.

Ia menambahkan, senyawa kimia ini mampu membuat ginjal tidak berfungsi. Pasalnya, ketiga senyawa tersebut memicu asam oksalat dalam tubuh dan selanjutnya menjadi kristal di dalam ginjal.

“Kalau masuk ke ginjal jadi kristal kecil tajam-tajam sehingga rusak ginjalnya. Nah, 7 dari 11 balita [di RSCM] ternyata ada senyawa kimia. Ternyata ginjal-ginjalnya rusak karena adanya asam oksalat. Jadi itu logikanya,” katanya.

By Admin