Pengakuan para korban dugaan pelanggaran HAM oleh ExxonMobil dan oknum tentara di Aceh terungkap setelah 20 tahun
Untuk pertama kali setelah melewati 20 tahun proses hukum, Pengadilan Distrik Washington DC, Amerika Serikat, mengeluarkan dokumen ke publik yang mengungkap kesaksian para korban dugaan pelanggaran HAM yang diduga dilakukan perusahaan ExxonMobil di Aceh dengan menyewa sejumlah personel militer Indonesia.
Beritamilenial– Hakim Royce C. Lambert, Selasa (02/08), mengeluarkan memorandum opini setebal 85 halaman berisi kesaksian para korban.
Sebagian besar menolak pembelaan perusahaan ExxonMobil atas gugatan dugaan pelanggaran HAM yang dialami 11 warga Aceh.
Firma hukum Cohen Milstein Sellers & Toll PLLC yang mewakili para pengugat menilai keputusan itu dapat membuka jalan untuk mengadili dugaan pelanggaran HAM oleh ExxonMobil.
Perusahaan asal AS ini diduga menyewa sejumlah personel militer Indonesia pada awal dekade 2000-an untuk memberikan jaminan keamanan di fasilitas gas alam mereka di Aceh.
Hakim pengadilan menyebut pernyataan saksi mata yang diajukan penggugat dan dokumen internal ExxonMobil akan membantu juri menemukan bukti apakah para tentara yang dibayar itu memang menyerang, menyiksa, hingga melakukan pembunuhan di luar proses hukum.
Akan dilanjutkan ke pengadilan
“Kami bersyukur bahwa Pengadilan tergerak oleh bukti yang kami hadirkan, termasuk belasan saksi mata, dan setuju bahwa kasus HAM ExxonMobil ini harus dilanjutkan ke pengadilan,” kata Agnieszka Fryszman, pengacara para pengguat sekaligus pimpinan tim advokat HAM dari firma hukum Cohen Milstein.
“Kasus ini telah naik turun ke Mahkamah Agung dan diikat dalam litigasi praperadilan selama lebih dari 20 tahun. Ini adalah titik balik besar bagi klien kami, yang telah terjebak begitu lama dengan harapan mendapatkan keadilan. Kami berharap dapat memberikan bukti kami kepada juri,” ujar Agnieszka.
ExxonMobil sebagai terdakwa dalam kasus ini telah membantah segala kesaksian yang disampaikan oleh para penguggat.
Apa kesaksian 11 orang Aceh – delapan perempuan, tiga laki – yang menggugat Exxonmobil?
Dokumen yang dirilis di pengadilan memaparkan kesaksian para penggugat yang merasa telah menjadi korban ExxonMobil dan tentara yang mereka bayar.
Nama-nama penggugat tidak disebut dalam berkas itu, tapi diganti dengan julukan Jane dan John Doe.
Jane dan John Doe adalah istilah yang digunakan dalam sistem peradilan AS untuk orang-orang yang meminta identitas mereka dirahasiakan.
Berikut ini adalah ringkasan singkat kesaksian mereka.
Jane Doe I
Dia mengaku diserang tentara pada 2001 ketika hamil delapan bulan. Dia berkata, tentara itu memaksanya untuk melompat berulang kali.
Perempuan tersebut mengidentifikasi penyerangnya sebagai tentara yang memiliki baret bertuliskan 113. Tentara itu, kata dia, bekerja untuk ExxonMobil.
Kesaksian ini dikuatkan oleh keterangan saksi lain yang dapat mengidentifikasi pelaku karena setiap hari menunggu bus sekolah di luar fasilitas ExxonMobil.
Atas bukti-bukti itu, pengadilan memutuskan bahwa juri “ dapat menyimpulkan, terdapat hubungan kerja antara tentara dengan terdakwa (ExxonMobil)… terdapat bukti cukup dari hubungan fungsional antara tindakan tentara dengan hubungan kerjanya dengan terdakwa”.
Jane Doe II
Dia mengaku suaminya (John Doe VIII) ditembak personel keamanan ExxonMobil hingga tewas pada 4 Desember 2000 saat bekerja di sawah.
Jane Doe II menyaksikan oknum tentara ada di desanya, mendengar tembakan, dan melihat seorang lelaki ditembak tentara di sawah.
Kepala desa di tempat tinggal penggugat bersaksi, pada pagi hari, ia menyaksikan sejumlah truk militer dan prajurit tiba di desa dari Klaster 4 di dalam wilayah ExxonMobil.
Pengadilan menulis, ”terdakwa mengatakan ,’tidak ada bukti’ yang menghubungkan penembakan dengan ExxonMobil. Mereka salah.”
Jane Doe III
Dia membuat klaim bahwa pada 17 September 2000 personel keamanan ExxonMobil membunuh dan menghilangkan jenazah suaminya, John Doe IX.
Dia mengatakan, suaminya adalah pedagang ikan keliling yang sering berhenti di pasar Desa Paya Brandang. Ini adalah lokasi kamp pekerja yang dikelola oleh Exxon dan dijaga tentara.
Dia menunjukkan bukti dari saksi mata yang bekerja di kamp itu bahwa suaminya dibunuh oknum tentara di sana.
Jane Doe IV
Dia memberikan kesaksian bahwa pada 4 Desember 2000, suaminya, John Doe X dibunuh oleh oknum tentara, (hari yang sama dengan pembunuhan suami Jane Doe II) saat bekerja di sawah di kampung mereka yang berjarak satu kilometer dari Klaster 4.
Dia bersaksi, berdasarkan keterangan dua saksi mata, oknum tentara penembak suaminya adalah penjaga gerbang ExxonMobil yang sering menggertak anak-anak dalam perjalanan dari dan ke sekolah.
Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, juri dapat menemukan bahwa tentara yang membunuh suami Jane Doe IV adalah tentara yang sama yang disewa dan diawasi oleh terdakwa, ExxonMobil.
Jane Doe V
Dia menyaksikan pada Januari 2001, suaminya, John Doe I dibawa pulang ke rumahnya oleh tentara setelah beberapa hari menghilang. Saat tiba di rumah, ia menyaksikan suaminya hanya mengenakan pakaian dalam, tangannya dipotong, dan telah kehilangan salah satu matanya.
Ia menambahkan, suaminya mengalami kesakitan, syok, dan menangis sepanjang malam.
Kemudian ketika bisa berbicara, suaminya menceritakan bahwa ia diculik oleh tentara yang bekerja di Poin A, tempat pasukan pengaman ExxonMobil dan kemudian tangannya dipotong dan matanya diambil.
Berdasarkan bukti itu, pengadilan memutuskan, “juri dapat menyimpulkan bahwa tentara yang menculik dan menyiksa John Doe bekerja di Poin A dan memberikan keamanan bagi terdakwa.”
John Doe VII
Dia mengaku, pada Januari 2001, didatangi oleh personel keamanan ExxonMobil yang kemudian membawanya ke dalam gudang di fasilitas perusahaan itu.
Lalu, katanya, pasukan itu memukulinya dengan keras sebelum membebaskannya keesokan harinya.
Penggugat mengajukan bukti dua saksi mata, termasuk satu orang yang ditahan bersamanya semalaman oleh pasukan keamanan ExxonMobil.
Pengadilan mencatat bahwa para saksi bahkan mengidentifikasi oknum tentara itu dengan nama.
Pengadilan juga menyatakan, pembelaan ExxonMobil yang menyebut bahwa tidak ada “bukti pertama yang menghubungkan luka-lukanya dengan para terdakwa” sebagai hal yang “tidak pantas.”
Sebelumnya, laporan ICTJ, HRWG, KontraS, dan Imparsial menyebut ExxonMobil yang mengeksploitasi gas alam skala besar di Arun, Aceh Utara, telah membayar US$500.000 per bulan kepada TNI pada tahun 2000. Nominal itu setara sekitar Rp7,4 miliar dalam kurs saat ini.
Laporan sejumlah lembaga advokasi HAM itu berjudul Kasus Keterlibatan? ExxonMobil di Pengadilan karena Perannya dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Aceh.
Jumlah anggota TNI di Aceh Utara pada akhir tahun 2001 diperkirakan mencapai 10.755 orang.
Pos penjagaan militer dibangun setiap 500 meter di dekat wilayah operasi ExxonMobil.
Cadangan gas di Arun ditemukan pada tahun 1971 dan diperkirakan mencapai 17,1 triliun kaki kubik.
Pabrik gas terbesar di Indonesia ini dikelola oleh ExxonMobil hingga akhirnya pada Oktober 2015, Pertamina secara resmi mengakusisi tiga aset ExxonMobil di Aceh yaitu Blok B, Blok North Sumatera Offshore (NSO), dan PT Arun NGL di Aceh.